`PENGERTIAN PROSA FIKSI
Oleh : Sisca Guatiati P.
Istilah prosa fiksi atau cukup disebut karya fiksi, biasa juga diistilahkan
dengan prosa cerita, prosa narasi, atau cerita berplot. Ada beberapa pendapat
mengenai prosa fiksi itu. Prosa Fiksi adalah kisahan atau ceritera yang diemban
oleh palaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian
ceritera tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga
menjalin suatu ceritera. (aminuddin, 2002:66). Sedangkan M. Saleh Saad dan
Anton M. Muliono (dalam Tjahyono, 1988:106) mengemukakan pengertian prosa fiksi
(fiksi, prosa narasi, narasi, ceritera berplot, atau ceritera rekaan disingkat
cerkan) adalah bentuk ceritera atau prosa kisahan yang mempunyai pemeran,
lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya imajinasi.
Pengertian
lain dikemukakan oleh Sudjiman, (1984:17) yang menyebut fiksi ini dengan
istilah ceritera rekaan, yaitu kisahan yang mempunyai tokoh, lakuan, dan alur
yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi, dalam ragam prosa.
Jadi prosa fiksi itu merupakan kisahan atau cerita yang di dalamnya
terdapat rangkaian cerita yang digambarkan oleh adanya penokohan, plot atau
tema yang terkandung di dalam cerita itu dan alur yang dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat menarik untuk dibaca yang merupakan hasil dari khayal atau
imajinasi pengarangnya.
Sebagai salah satu genre sastra, karya fiksi mengandung unsur-unsur
meliputi (1) pengarang atau narrator,
(2) isi penciptaan, (3) media penyampai isi berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen
fiksional atau unsur-unsur intrinsic yang membangun karya fiksi itu sendiri
sehingga menjadi suatu wacana. Pada sisi lain, dalam rangka memaparkan isi
tersebut, pengarang akan memaparkannya lewat (1) penjelasan atau komentar, (2)
dialog maupun monolog, dan (3) lewat lakuan atau action.
Unsur-unsur yang membangun suatu karangan prosa fiksi yaitu :
a. Unsur Intrinsik
Unsur
intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah
yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur yang secara
faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur yang dimaksud
misalnya peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang,
bahasa, dan lain-lain.
b. Unsur
Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang barada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisasi karya sastra. Misalnya keadaaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial.
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang barada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisasi karya sastra. Misalnya keadaaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial.
Karya fiksi lebih lanjut masih dapat
dibedakan dalam berbagai macam bentuk, yaitu :
Ø Prosa Lama
§ Dongeng
§ Sage
§ Cerita
sejarah
§ Cerita-cerita
berbingkai
§ Cerita
pelipur lara
§ Wiracarita
§ Kitab
§ Cerita Panji
Ø Prosa Liris
(bahasa berirama)
Ø Prosa Baru
§ Kisah
perjalanan
§ Riwayat
§ Roman
§ Novel
§ Cerita
pendek
§ Esai
§ Kritik
Perbedaan berbagai macam bentuk
dalam karya fiksi itu pada dasarnya hanya terletak pada kadar panjang-pendeknya
isi cerita kopleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung cerita
itu sendiri.
Salah satu karya fiksi yaitu Nh. Dini yang berjudul “ Hati yang
Damai”. Cerita ini mengambil latar masa pemberontakan PRRI-Permesta, tatkala
nyawa seorang pilot setiap waktu bisa direnggut. Tokoh yang mengalami kecemasan
yaitu seorang istri yang bernama Dati. Perasaan seorang istri yang kesepian dan
kerinduan sering ditinggalkan suaminya yang seorang pilot. Hal itu menyebabkan
timbul konflik masa lalu yang diwarnai cinta segitiga.
Sepenggal
isi dari cerita ini,
“Apakah
sebenarnya yang telah kuberikan kepada suamiku? Aku hanya mempunyai rasa wajib
sebagai istri.
Kami tidak
saling memandang. Aku meneruskan bicaraku. “Kadang-kadang kita harus berfikir
secara trang dan seadanya. Tetapi bagi kita orang-orang muda, kita lebih
berpikir menuruti perasaan hati, bukan? Lalu kita akan menemukan suatu
kebuntuan yang memaksa.”
“Dan kau?
Juga berpikir menurut perasaan hati? Suaranya mengejek (Sidik adalah laki-laki
idaman lain).
“Mengapa
tidak? Dengan perasaan itu aku menemukan kebuntuan. Tetapi kebuntuan itu
kemudian malahan membikinku berpikir sewajarnya.
Ia berdiri
seolah-olah perbuantannya itu dilakukan sebagai protes. Matanya memandang ke
lapangan, ke udara sore yang bening.
“Kau akan
memperkenalkan istrimu kepadaku?” kataku setelah kami berdua terdiam sejenak.
Sidik tidak menjawab.
“Aku harap
kau memperkenalkannya kepadaku.”
Dia tidak
menjawab, tetap berdiri, membelakangi pagar yang memisahkan rumah makan itu
dengan landasan terbuka di belakangnya.
“Sebetulnya
sudah tidak ada apa-apa lagi di antara kita,” kataku lagi.
Sumber:
Aminudin, 210. “Pengantar Apresiasi Karya Sastra”. Bandung :Percetakan Sinar Baru
Algesindo Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar